MANAJEMEN IDENTITAS DALAM DUNIA MAYA


MANAJEMEN IDENTITAS DALAM DUNIA MAYA




Oleh :
Anggota Kelompok :
Agatha Radhyana Mayangsek (10517254)
Anastasia Suci Sekar Arum (10517667)
Karina France (13517136)
Ni Putu Indah Utari (14517480)

Kelas : 2PA16




I.       VIRTUAL IDENTITY

          Teknologi komunikasi di era digital sekarang memungkinkan manusia berinteraksi tanpa harus bertatap muka, menyapa tanpa berkata langsung, dan melihat tanpa harus datang ke tempat kejadian. kecanggihan teknologi komunikasi mengakibatkan pergeseran elemen-elemen yang ada dalam masyarakat penggunanya, elemen tersebut bisa berupa berbagi hal, dari ranah sosial hingga budaya. pergeseran budaya dari konvensional menjadi digital, budaya digital inilah yang populer dengan nama cyberculture.
          Cyberculture merupakan olahan kreasi dari manusia itu sendiri, mereka membuat berbagai macam tanda sebagai eksistensi dirinya dalam ruang lingkup cyber, baik individu maupun golongan. Cyberculture yang terdapat dalam dunia cyberspace, yang mana cyberspace merupakan produk dari komputer dan internet telah mendorong orang mulai mempertimbangkan alternatif realitas-realitas lain di luar realitas kehidupan sehari-hari. Tanda-tanda tersebut telah ada selama ini, yang kemudian dikenal sebagai virtual identity.
          Virtual identity dalam beberapa pembahasan memiliki beberapa fungsi dan manfaat, dalam pandangan lain virtual identity dianggap membawa bencana lain bagi budaya, racun bagi kalangan tertentu, candu yang memabukkan dan perusak hubungan tertentu. kekhawatirannya sudah dirasa meresahkan. Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini kita berada dalam konteks digitalisasi, dimana antarindividu terhubung melalui jaringan internet menciptakan dunia baru: dunia virtual. Sama halnya dalam kehidupan nyata, tiap individu memiliki identitas yang ingin ditampilkan dan mempengaruhi bagaimana interaksi dengan individu lainnya dalam dunia virtual. Identitas virtual (virtual identity) menjadi pembeda tiap individu dalam kehidupan virtual. Dalam berbagai konteks, identitas virtual ini menjadi alter ego seseorang dalam kehidupan nyatanya. Tidak lah heran jika kemudian apa yang ditampilan pada dunia maya menjadi identitas palsu seseorang.
          Hal ini dikarenakan banyak orang yang merasa tidak puas dengan keadaan diri mereka di dunia nyata, sehingga mereka cenderung melarikan diri ke dunia maya dan membuat tempat tinggal yang mereka harapkan untuk memenuhi kebutuhan psikologi mereka akan eksistensi diri. Melalui karakter yang mereka buat dalam media-media yang ditawarkan seperti media sosial facebook, twitter, blog, email, bahkan game online. Mereka mengekspresikan diri mereka menjadi diri yang mereka kehendaki.
          Kebutuhan manusia akan eksistensi diri merupakan kebutuhan yang mendasar setelah kebutuhan primer. Kebutuhan agar merasa dianggap oleh orang lain, yang akan memberikan nilai pada diri mereka. Melalui identitas maya mereka bisa menemukan cara agar lebih diakui oleh orang lain. Hal-hal yang tidak bisa dilakukan di dunia nyata, bisa mereka lakukan di dunia maya tanpa harus takut akan ketahuan siapa mereka sebenarnya. Dunia maya menawarkan anonimitas identitas sehingga orang-orang lebih bebas berekspresi. Selain anonimitas, dunia maya juga menawarkan multiple identity yaitu kemungkinan bagi seseorang untuk memiliki lebih dari satu identitas di dunia maya.
          Anonimitas dalam sosial media menjadi interaksi yang cenderung negatif. Semua orang bisa bersembunyi dibalik nama, foto dan biografi hebat seseorang. Namun ujung-ujungnya, banyak yang tertipu akan satu akun. Dalam hal ini, akun anonim dibuat untuk aktifitas yang tidak baik. Tetapi banyak pula akun anonim yang berdasar niat baik berbagi. Identitas menjadi penting bagi beberapa platform sosial media. Kita bisa lihat, di Twitter banyak akun artis, politisi, atau public figure yang terverfikasi dengan centang biru. Kabarnya, kita butuh nomor telpon yang paten, dan beberapa puluh (ratus) mention agar akun kita menjadi verified. Begitupun juga dengan Facebook yang menyematkan badge biru serupa Twitter. Instagram, Pinterest, Google+ pun kini menerapkan sistem verifikasi akun.
          Identitas seseorang di dunia maya biasanya dibuat berdasarkan penilaian terhadap diri mereka di dunia nyata. Dengan demikian, mereka bisa mengembangkan diri mereka dengan sebaik-baiknya saat mereka beraktivitas di dunia maya. Memenuhi kebutuhan mereka akan pengakuan dari orang lain dan pengakuan dari diri sendiri. Pengakuan ini akan memberikan kepuasan secara psikis bagi orang tersebut. Hal tersebut akan membuat mereka lebih percaya pada diri mereka sendiri.
          Dalam perkembangan individu untuk membentuk konsep dan persepsi diri terhadap diri sendiri dan orang lain, mereka membutuhkan nilai-nilai yang akan menjadi pedoman dalam melakukan interaksi. Ketika nilai yang mereka percaya sesuai dengan konsep diri yang mereka bangun, maka mereka akan lebih bisa dalam mengembangkan karakter diri yang lebih baik. Daripada ketika nilai tersebut, tidak sesuai dengan konsep diri yang mereka miliki. Ketika hal tersebut terjadi, mereka akan cenderung untuk menghindari interaksi dengan orang lain. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap nilai diri mereka, dan mereka tidak merasa puas sehingga mereka beralih ke dunia maya untuk menutupi kekurangan tersebut.



II.      PEMBAHASAN

          Menurut Stella Ting Toomey, Identitas merupakan refleksi diri atau cerminan diri yang berasal dari keluarga, gender, budaya, etnis dan proses sosialisasi. Identitas pada dasarnya merujuk pada refleksi dari diri kita sendiri dan persepsi orang lain terhadap diri kita. Sementara itu, Gardiner W. Harry dan Kosmitzki Corinne melihat identitas sebagai pendefinisian diri seseorang sebagai individu yang berbeda dalam perilaku, keyakinan dan sikap. A virtual identity is a persona that is implied when communicating online” (Jacob van Kokswijk, 2006). von Kokswijk menambahkan bahwa identitas virtual atau identitas online merupakan tampilan diri seseorang dalam dunia maya (online), yang mana ia bebas menentukan ingin menjadi apa dalam dunia maya tersebut, sehingga level of trurth identitas tersebut sangat kecil dan mampu berubah-ubah sesuai dengan keinginan individu tersebut. Orang bisa saja menjadi lebih pintar, lebih seksi, lebih kasar dan bahkan lebih gila dalam dunia virtual.

berikut identitas pengertian dari beberapa jenis identitas diri:
1.     Identitas seksual
     Identitas seksual mengacu pada identifikasi seseorang dengan berbagai kategori seksualitas. Bisa berupa heteroseksual, gay, lesbian dan biseksual. Identitas seksual yang kita miliki akan mempengaruhi apa yang kita konsumsi. Program televisi apa yang akan kita lihat atau majalah apa yang akan kita baca. Identitas seksual juga dapat mempengaruhi pekerjaan seseorang.
2.     Identitas gender
     Identitas gender merupakan pandangan mengenai maskulinitas dan feminitas dan apa arti menjadi seorang laki-laki atau perempuan. Arti menjadi seorang perempuan atau laki-laki sangat dipengaruhi oleh pandangan budaya. Misalnya saja kegiatan yang dianggap lebih maskulin atau lebih feminim. Ungkapan gender tidak hanya mengkomunikasikan siapa kita, tetapi juga mengkonstruksi rasa yang kita inginkan. Identitas gender juga ditunjukkan oleh gaya komunikasi. Gaya komunikasi perempuan sering digambarkan sebagai suportif, egaliter, personal dan disclosive, sedangkan gaya komunikasi laki-laki digambarkan sebagai kompetitif dan tegas.
3.     Identitas pribadi
    Identitas pribadi merupakan karakteristik unik yang membedakannya dengan orang lain. Setiap orang mempunyai identitas pribadinya masing-masing sehingga tidak akan sama dengan identitas orang lain. Pengaruh budaya juga turut mempengaruhi identitas pribadi seseorang. Orang yang berasal dari budaya individualistis seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat berusaha untuk menunjukkan perbedaan dirinya dengan orang lain. Sementara itu, orang yang berasal dari budaya kolektif cenderung menonjolkan keanggotaan mereka kepada orang lain. Identitas pribadi juga bisa diartikan sebagai aturan moral pribadi atau prinsip moral yang digunakan seseorang sebagai kerangka normatif dan panduan dalam bertindak.
4.     Identitas agama
    Identitas agama merupakan dimensi yang penting dalam identitas seseorang. Identitas tersebut merupakan pemberian secara sosial dan budaya, bukan hasil dari pilihan individu. Hanya pada era moderm, identitas agama menjadi hal yang bisa dipilih, bukan identitas yang diperoleh saat lahir. Identitas agama ditandai dengan adanya ritual yang dilakukan oleh pemeluk agama tersebut. Identitas agama juga ditandai dengan busana yang dipakai.
5.     Identitas nasional
    Identitas nasional merujuk pada kebangsaan seseorang. Mayoritas dari masyarakat mengasosiasikan identitas nasional mereka dengan negara di mana mereka dilahirkan. Akan tetapi, identitas nasional dapat juga diperoleh melalui imigrasi dan naturalisasi. Identitas nasional biasanya menjadi sering diucapkan saat seseorang berada di negara lain. Orang yang identitas nasionalnya berbeda dari tempat ia dilahirkan pada akhirnya akan mulai mengadopsi aspek identitas nasional yang baru. Namun, hal ini tergantung pada keterikatan pada negara yang baru tersebut. Sementara itu, orang yang secara permanen tinggal di negara lain mungkin akan mempertahankan identitas negara tempat ia lahir.

          Dengan munculya cyberspace, maka bertambah pula space atau dunia baru yang bisa untuk dimasuki. Untuk masuk ke dunia tersebut, para user atau pengguna cyberspace, membuat identitas diri mereka sendiri, yang belum tentu sesuai dengan identitas mereka ada dunia nyata. Hal inilah yang nanti akan menyebabkan munculnya virtual identity (identitas virtual), dan dewasa ini sudah banyak digunakan oleh para pengguna internet.
          Sebelum menyantap apa itu virtual identity, terlebih dahulu kita harus menyadari akan realitas virtual (virtual reality) karena virtual identity merupakan bagian dari realitas virtual itu sendiri. realitas virtual adalah  sebuah teknologi yang mampu mengemulasi dan menciptakan pelbagai realitas. dalam kalimat lain teknologi realitas visual adalah upaya untuk menerjemahkan mimpi menjadi keboleh jadian elektronis ( budiman, 2002 ).
          Menurut budiman (2002) realitas virtual lahir karena manusia merasa bahwa "realitas" saja tidak cukup. dan yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah soal tumbuhnya rasa dan bukan kenyataan aktual tentang itu.
          Substansi gagasan tentang virtualitas pada dasarnya adalah bagaimana spesies manusia akan dilibatkan, tanpa mengetahuinya , dalam tugas pemprograman kode untuk pelenyapan dunia secara otomatis, karena memang sudah tidak ada lagi dunia yang asli ( baudrillard, 1995; 102).
          Menurut Yasraf Amir Piliang, realitas virtual bukan merupakan sesuatu yang real, melainkan realitas lain, disebut realitas karena sesuatu yang bersifat materi dan objektif, yang hanya dikenali dan dipahami lewat mekanisme intuisi dan indra, membawa kita pada pandangan materialisme mengenai realitas. munculya sebuah realitas lain merupakan bentuk dari realitas yang sudah ada, dan merupakan sebuah pengembangan.
          Oleh sebab itu dengan semakin berkembangnya realitas virtual, dengan itu pula terciptalah cyberspace. Di dalam cyberspace tersebut terdapat ruang-ruang, yang diantaranya adalah cyberculture (budaya digital) dan cybersociety (ruang sosial digital).
          Sekarang ini, ruang sosial yang ada di dunia nyata, kini dapat dicarikan substansinyaa di dalam dunia digital ( cyberspace). menurut (amir piliang, 2004) cyberspace juga telah mempengaruhi kehidupan sosial di luar ruang, setidaknya ada tiga tingkat pengaruhnya, yaitu :

1.     Pada tingkat individual
     Cyberspace telah menciptakan perubahan yang mendasar tentang identitas. sistem komunikasi di jembatani oleh komputer, dan hal tersebut telah melenyapkan batas-batas identitas itu sendiri di dalamnya. dalam arti lain menjadi orang yang berbeda-beda identitasnya di waktu yang bersamaan. menjadikan semacam kekacauan identitas, yang akan memperngaruhi persepsi, pikiran, personalitas dan gaya hidup. bila semua orang bisa memakai identitas apapun, maka tidak ada lagi yang namanya identitas itu sendiri.
2.     Pada tingkat antar individu/kelompok
    Perkembangan komunitas virtual didalam cyberspace telah menciptakn relasi-relasi sosial yag bersifat virtual di ruang-ruang virtual (virtual shopping, virtual game, virtual conference, virtual sex, dan virtual mosque). relasi-relasi sosial virtual tersebut telah menggiring ke arah semacam deteritorialisasi sosial (social deterritorialization), dalam pengertian, bahwa beragai interaksi sosial masa kini tidak memerlukan lagi ruang dan teritorial yang nyata (dalam pengertian konvensional), melainkan halusinasi teritorial. didalam halusinasi teritorial tersebut, orang boleh jadi lebih dekat secara sosial dengan yang jauh secara teritorial, ketimbang seseorang yang dekat secara teritorial, akan tetapi jauh secara sosial.
3.     Pada tingkat masyarakat
    Cyberspace diasumsikan dapat menciptakan satu model komunitas demokratik dan terbuka yang disebut rheingold komunitas (imaginary community). didalam komunitas konvensional, anggota masyarakat memiliki kebersamaan sosial (social sharing) dan solidaritas sosial (social solidarity) menyangkut sebuah tempat (desa, kampung, atau kota) yang didalamnya berlangsung interaksi sosial face to face. didalam komunitas virtual diperlukan imajinasi kolektif tentang tempat (place) tersebut, yang tidak ada didalam sebuah ruang nyata (real space), melainkan sebuah tempat imajiner (imaginary place) yang berada didalam ruang bit-bit komputer.

          Kekhawatiran lainnya dari virtual identity bagi individual yang menyalah gunakan fasilitas dunia cyber mengakibatkan mereka terlalu bebas dengan identitasnya. Sampai dimana pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab tersebut, mungking hanya berani unjuk gigi dan berkomentar didunia cyber, khususnya media sosial. mereka hanya akan berani berkata-kata tanpa harus bertatap muka secara langsung, dengan objek atau individu yang menjadi sasarannya.
Demografi pengguna atau user sosmed dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama yaitu :
    a)     primary participators. Kelompok ini adalah pembuat konten           dan informasi yang ada di dunia maya dan sosmed. 
    b)    secondary participators yang biasanya mengkonsumsi                 informasi. Mereka juga tidak langsung berkontribusi informatif          dengan men-tag, ranking, like, tweet, dll.
    c)     lurkers, Kelompok ini hanya mengkonsumsi                                    informasi. Lurkers ini jumlahnya melebihi dua kelompok lain.
          Untuk primary dan secondary participators, mereka adalah generasi Y dan Z di abad 21 ini. Kedua generasi adalah mereka yang melek dunia teknologi digital. Mereka besar dan dibesarkan dengan teknologi sejak dini. Sedang untuk lurkers, generasi ini lebih kepada generasi V, W dan beberapa X. Mereka ini adalah 'immigrant' dalam dunia teknologi.


III.    Self Constructed Digital Identity


          Dari demografi ini, akan terlihat benang merah identitas kita di sosmed. Jauh sebelum ada sosmed dengan akun anonim, prinsip identitas dramaturgis ditelaah oleh Goffman. Pada dasarnya kita ingin mencitrakan diri saat berkomunikasi. Komunikasi menjadi serupa drama. Disini ada aktor dan penonton yang terlibat. Sehingga, ada beberapa phase drama penciptaan identitas diri yang ingin diciptakan:
a)     Pertama, front stage identity. Dimana pelaku komunikasi (aktor) memilah dan memilih kostum, aksen, gaya bicara, gestur, dll dalam interaksi. Identitas yang muncul adalah keinginan dan harapan dari citra yang ditimbulkan.
b)    Kedua, back stage identity. Dimana pelaku sejatinya juga memiliki identitas 'rahasia'. Terlepas pencitraan yang dibuat dan ditampilkan. Ada sisi dalam diri si aktor dimana penonton tidak perlu mengetahui.
          Kedua fase ini menjadi gambaran apa yang terjadi dari akun sosmed yang kita buat. Sosmed bisa menjadi representasi dari diri kita. Ataupun, sosmed menjadi ektension dari diri kita yang lain. Dalam hal ini, representasi diri menjadi diri sendiri baik di dunia nyata dan maya. Namun menjadi diri lain (ekstension) pun bisa dilakukan di sosmed. Ada front stage identity yang ingin kita tunjukkan. Namun di satu sisi, dan pada saat bersamaan ada ruang untuk back stage identity.
          Memahami identitas di sosmed pun menjadi langkah penting memahami literasi digital. Sebuah wacana yang saat ini mungkin sangat dibutuhkan. Alih-alih memahami determinasi teknologi semata, ada literasi kritis yang juga dikandung teknologi. Determinasi teknologi adalah sisi fungsional dari teknologi. Sedang sisi literasi kritis lebih menyorot ranah dunia teknologi memiliki kultur, kekuasaan dan kepopuleran tersendiri.

Singkatnya, kita dapat meringkas Manajemen Identitas Digital dalam 5 tingkatan yang berbeda:

1.     Manajemen
    Data Manajemen Data menentukan cara menyimpan, mengamankan, mengubah, mengambil, dan mengarsipkan data tentang seseorang. Ini juga perlu menentukan cara menghapus informasi pribadi yang dapat diidentifikasi.

2.     Otentikasi
    Pengguna memberikan bukti bahwa mereka adalah siapa yang mereka klaim. Contohnya adalah login melalui kata sandi, otentikasi perangkat atau 2-faktor, atau otentikasi pengguna biometrik melalui sidik jari atau pengenalan wajah.

3.     Verifikasi
    Langkah verifikasi memeriksa apakah otentikasi dan bukti identitas yang diberikan valid, dan informasi yang diberikan benar dan sejalan dengan data yang disimpan sebelumnya.

4.     Akses
    Akses mengacu pada hak pengguna untuk mengakses akun mereka, dan hak pengguna atau pihak ketiga untuk mengakses informasi pribadi yang dapat diidentifikasi.

5.     Antarmuka
    Pengguna dapat berinteraksi dengan layanan dan akan melihat informasi yang relevan dengan dan ditargetkan pada profil penggunanya.


 Elemen yang membentuk identitas digital :
 Konstruksi identitas digital dikondisikan oleh banyak elemen,           di antaranya menonjol:
1)    Profil pribadi : Baik di jejaring sosial seperti: Facebook atau       Instagram, media sosial profesional seperti LinkedIn, pencarian     pekerjaan portal atau layanan online lainnya;
2)    Komentar yang dibuat di forum, blog, jejaring sosial, dll ;
3)    Konten yang diunggah ke jaringan, baik: foto, video,                 presentasi, pos, dan lain-lain. Jaringan kontak dalam dunia         digital: teman, kolega, pengikut, dan orang-orang yang kita         ikuti;
4)    Alamat email , penggunaan yang berikan, dan seberapa             terlihatnya;
5)    Layanan Pesan instan yang gunakan: Whatsapp, Telegram,      Facebook, Messenger, Line;
6)    Nick atau alias yang digunakan;
7)    Avatar yang  dipilih untuk profil.




IV.    Tantangan Manajemen Identitas Digital

o   Kepercayaan dan Keamanan
    Orang cenderung tidak percaya pada organisasi atau pemerintah untuk melindungi informasi pribadi mereka. Di sisi lain, anonimitas kehadiran online membuatnya juga sangat sulit bagi penyedia layanan untuk mengidentifikasi pengguna dengan benar, yang dapat menjadi faktor risiko yang besar. Oleh karena itu penyedia perlu mengandalkan proses otentikasi yang biasanya rumit dan memakan waktu bagi pengguna, dan mahal untuk organisasi.

o   Persetujuan dan Kontrol
    Selain dari pelanggaran data, pengguna juga semakin khawatir tentang penggunaan data pribadi mereka.

o   Kepemilikan
    Serupa dengan kepercayaan dan persetujuan, kepemilikan adalah masalah utama bagi Manajemen Identitas Digital. Siapa yang memiliki data pribadi? Siapa yang memiliki informasi pribadi yang dapat diidentifikasi, dan siapa yang dapat mengambil manfaat darinya? Saat ini, banyak perusahaan internet seperti Google dan Facebook mendasarkan model bisnis mereka pada iklan.

o   Pengalaman Pelanggan
    Berlawanan dengan identitas fisik, volume pengidentifikasi digital meningkat. Setiap pengguna harus mengelola banyak akun, login, dan lingkungan yang semuanya menyimpan beberapa informasi pribadi. Sebuah survei baru-baru ini menemukan bahwa 61% responden menggunakan kata sandi mereka di beberapa situs. Ini membutuhkan pengalaman pelanggan yang lebih baik dan solusi integrasi saluran.

o   Biaya dan kekokohan infrastruktur
    Sistem saat ini tidak cukup kuat untuk melindungi data dari dicuri oleh pihak ketiga. Selain sebagai risiko keamanan, penyimpanan pusat dari sejumlah besar informasi pribadi yang dapat diidentifikasi juga membawa harga besar biaya infrastruktur.

o   Organisasi dan pemerintah bertindak
    Baik pemerintah dan organisasi bekerja keras untuk menemukan solusi untuk masalah ini. Kolaborasi multi-pemangku kepentingan tentang Digital Identity telah diluncurkan pada Januari 2018. Dalam konteks ini, Kristalina Georgieva, Kepala Eksekutif Bank Dunia, mengumumkan untuk mengamankan lebih dari $ 750 juta investasi dalam proyek-proyek terkait ID dalam tiga tahun ke depan. OECD baru-baru ini menyatakan identitas dan inklusivitas sebagai tren teratas dalam inovasi pemerintah.
    Akibatnya, tidak mengherankan bahwa baik pemerintah dan organisasi mempertimbangkan, atau harus mempertimbangkan, Blockchain dan Teknologi Ledger Terdistribusi dalam pencarian mereka untuk solusi Digital Identity.



V.      Pencurian identitas digital dan cara menghadapinya


          Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi peningkatan dalam kasus pencurian identitas atau pencurian identitas digital. Kejahatan ini melibatkan penyamaran seseorang dan mengasumsikan identitasnya untuk kenalan mereka.
Motivasinya biasanya ekonomi (mengakses rincian bank Anda), atau bisa juga sosial (menyamar sebagai seseorang untuk mencemarkan nama baik atau untuk membalas dendam).
          Modus operandi yang paling umum adalah melalui email palsu dan teknik phishing. Jika penjahat mempublikasikan data pribadi korban di internet, hal pertama adalah pergi ke situs web untuk meminta penarikannya. Jika identitas Anda telah digunakan untuk melakukan kejahatan, Anda harus melaporkannya kepada Polisi. Bergantung pada konsekuensinya, tindakan hukum dan / atau hukum dapat diambil, akan lebih mudah untuk menempatkan diri Anda di tangan pengacara yang ahli dalam kejahatan teknologi.

Kiat untuk melindungi identitas digital Anda:
1)    Tinjau izin dan kebijakan privasi yang telah Anda konfigurasikan dalam layanan internet tempat Anda berlangganan. Saat ini semua memungkinkan Anda untuk mengontrol apa yang ingin Anda terbitkan tentang Anda. Pantau nama Anda secara teratur di Google untuk mengetahui apa yang diketahui tentang Anda. Buat profil secara bertanggung jawab: analisis layanan online secara terperinci, bagaimana melindungi data pribadi pengguna;
2)    Cobalah mendefinisikan citra pribadi dan professional;
3)    Izinkan akses hanya kepada orang yang Anda anggap dapat dipercaya untuk mengontrolAnda jangkauan publikasi;
4)    Keluar dari profil Anda di akhir, untuk mencegah akses tidak sah;
5)    Berhati-hatilah saat menerbitkan informasi atau pendapat tentang pihak ketiga;
6)    Ikuti langkah-langkah keamanan siber dasar seperti: membuat kata sandi aman dan melindunginya dengan benar, hindari menggunakan data pribadi di jaringan Wi-Fi publik atau menggunakan email secara bertanggung jawab.







DAFTAR PUSTAKA






Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH IMPLEMENTASI KARAKTERISTIK SISTEM

carilah Cerita Rakyat, Legenda, Mitos yang sebenarnya yang ada di Indonesia

tugas IAD ke-2